Monday, July 23, 2012

KEHIDUPANKU MENDIDIK


Menjadi seorang ustadz di sebuah pesantren di Indonesia bukan rahasia umum lagi hanya digaji beberapa ratus ribu, namun itu semua sudah ditambah fasilitas kamar dan makan 3x sehari. Cukup besar bagi seorang remaja 19 tahun, yang baru saja kehilangan pekerjaan menjadi seorang guru bimbel di Ibukota. Sama sekali tak terbayangkan akhirnya aku harus menjadi guru bahasa Inggris di Pesantren, setelah iseng-iseng mendaftar, eh malah keterima, dan dibiayai kursus lima bulan bahasa Inggris di kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur. Tahun-tahun sebelumnya aku mengajar dengan kemampuan otak kiriku, sekarang dipaksa untuk optimalisasi otak kanan, belajar mengajar alphabet hingga 1 bulan, setiap hari belajar bahasa Inggris untuk anak-anak dari Subuh hingga jam 10 malam. Namun dari sini aku belajar the art of teaching.

Trust me! Menjadi seorang Ustadz atau pendidik di sekolah berasrama/pesantren (boarding school) itu 6 kali lebih susah daripada seorang guru yang mengajar di sekolah atau di lembaga yang hanya 4 jam saja. Seorang Ustadz bertanggung jawab 24 jam terhadap peserta didiknya dan yang lebih parah pendidik yang satu ini bukan hanya bertanggung jawab dalam hal pembelajaran di dunia tapi juga di akhirat.

Berawal dari mengajar ekstrakurikuler bahasa Inggris setiap seminggu 2 kali dan itupun hanya 1 jam, membuatku jenuh dan merasa sia-sia dengan bekal ilmu selama lima bulan penuh di Pare. Pendidik harus berkembang, inovatif, memiliki target yang realistis.

Free time yang begitu banyak membuatku optimis untuk belajar di lain bidang, aku mentargetkan membaca minimal 1 buku, minimal menghafal 1 ayat suci setiap hari, tidur maksimal hanya 5 jam sehari, mengajar minimal 10 jam sehari, membuat penelitian tindakan kelas walau berbekal zero knowledge & zero experience, menulis buku, menjadi tempat curhat para santri dan sesama pendidik bukan hanya satu kelas, aku mentargetkan diriku harus menjadi sejarah disini, aku harus memberi dampak positif yang dapat diingat, aku harus memberi manfaat yang dapat dilakukan seorang pendidik, harus menyebarkan virus semangat dalam belajar dan mengajar pada setiap orang disekeliling diriku, Man Jadda Wajada.

Capek? iya, banyak tantangan? haduuhh banyak banget, pengorbanan? tak terhitung! Tapi, I’m realy satisfied. Dalam waktu 3 bulan dengan visi, misi, target dan strategi diatas, aku mengajar dikelas formal 10 jam sehari, membimbing lomba 4 jam sehari, melatih basket dan atletik setiap minggu, menjadi salah satu pembimbing organisasi siswa intra sekolah, memberikan 10 piala dalam 3 bulan, mendapatkan gaji 6 kali lipat daripada guru yang seangkatan aku dan dekat lebih dari 1500 siswa/I serta mengajar kursus bahasa Inggris kepada security, semua guru dan kepala sekolah, OB, tukang sapu hingga tukang masak di dapur. Lebih dari 200 buku tentang mendidik, motivasi dan pengembangan diri aku lahap dalam waktu 3 bulan serta membuat 1 buku berjudul “I Love English, The New Way to Study English”.

Tidak percaya seorang “Aku” bisa seperti ini, berawal dari keterpaksaan, hingga sekarang menjadi ketagihan dan yang lebih membahagiakan adalah menjadi inspirasi para pendidik lain untuk sama-sama mengajar dari hati dan mencapai target setinggi langit. Itulah bukti semangat mendidik, bukti seorang pendidik yang dapat mengoptimalkan areanya untuk bermanfaat bagi kehidupan manusia. Bagian terpenting adalah setiap guru di dunia ini sangat, sangat dan sangat mungkin untuk bisa menjadi seperti itu.

Menjadi pendidik adalah kebutuhan setiap individu, setiap individu berhak dan berkewajiban menjadi seorang pendidik. Buktinya lihatlah ke kanan, ke kiri, ke belakang dan ke depan kalian. Kita memberi dan menerima, menerima manfaat dan memberi manfaat dari sebuah pengetahuan dan pengalaman. Ingin menjadi pendidik yang baik harus diawali dengan menjadi peserta didik yang baik dulu. Pada hakikatnya, kita merupakan makhluk yang mendidik dan dididik hingga akhir hayat, mari kita melayakkan diri kita untuk itu semua, semoga. 

1 comment: